Rabu, 22 Juni 2016

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Coorporate Social Responsibility)



A.    Pendahuluan
Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan bahkan memiliki tanggung jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini menjadi wajib karena terkait dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin kelangsungan usahanya di lokasi di mana perusahaan tersebut berada. Untuk kelancaran kode etik bisnis ini maka pemerintahan telah menetapkan program CSR.
Tabel CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia
No
Model
Jumlah Kegiatan
Jumlah Dana (RP)
1
2
3

4
Langsung
Yayasan Perusahaan
Bermitra dengan Lembaga Sosial
Konsorsium
113 (40,5%)
20 (7,2%)
144 (51,6%)

2 (0,7%)
14,2 miliar (12,2%)
20,7 miliar (18%)
79,0 miliar (68,5%)

1,5 miliar (1,3%)
Jumlah
279 kegiatan
115,3 miliar
Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev
CSR di Indonesia datang di akhir dekade 1990-an. Kondisi penting yang melahirkan CSR di Indonesia karena gerakan sosial berupa tekanan dari LSM Lingkungan, LSM Buruh, serta LSM Perempuan. Selain itu adanya kesadaran untuk menjalankan peraktik CSR dari perusahaan, terutama perusahan asing yang memandang bahwa pendekatan keamanan tidak bisa lagi dipergunakan. Kemudian timbulah community development di Indonesia. 
Masalah yang akan dibahas disini dalam literature etika bisnis di Amerika Serikat dikenal sebagai Corporate Social Responsibility atau Social Responsibility of corporation. Korporasi memilki arti yakni badan hokum. “Korporasi” berasl dari bahasa latin (corpus/corpora = badan) dan sebetulnya berarti “yang dijadikan suatu badan” . korporasi justru tidak menunjukan organisasi yang mencari untung. Istilah yang berasal dari kekaisarn Roma ini, masih secara ekslusif untuk menunjukan badan hukum yang didirikan demi kepentingan umum. Kini secara sepontan korporasi di mengerti sebagai perusahaan, merupakan salah satu diantara sekian banyak bukti lain yang menunjukan betapa pentingnya peranan bisnis dalam suatu masyarakat.
Dalam perkembangan istilah ini, “korporasi” masih tetap badan hukum. Dalam situasi sekarang, perbedaan yang paling mncolok adalah antara badan hukum for profit & not for profit. Organisasi seperti Palang Merah Internasional tetap bisa disebut korporasi , meskipun statusnya jelas nirlaba tetapi peranan – peranan nirlaba sanagt terbatas, jika dibandingkan dengan oerganisasi atau perusahaan yang mendominasi kehidupan umum.
B.     Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Bertens. K (2004:133) Tanggung Jawab (Responsibility) berarti  suatu  keharusan seseorang  sebagai  makhluk  rasional  dan  bebas untuk tidak mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrospektif dan prospektif.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility  adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasidampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
C.    Tanggung Jawab legal dan tanggung jawab moral perusahaan
Dr.A.Sonny Keraf (1998:116-118) ,mengemukakan bahwa sebagai badan hukum, perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu sebagaimana dimiliki oleh manusia. Misalnya ; hak milik pribadi, hak paten, hak atas merek tertentu, dan sebagainya. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban legal untuk menghormati hak legal perusahaan lain : tidak boleh merampas hak perusahaan lain.
Perusahaan memang memiliki tanggung jawab, tetapi hanya terbats pada tanggung jawab legal yaitu tanggung jawab memenuhi aturan hukum yang ada. Hanya ini tanggung jawab perusahaan, karena perusahaan memang dibangun atas dasar hukum untuk kepentingan pendiri dan bukan untuk pertama-tama melayani masyarakat.
Secara lebih tegas itu berarti, berdasarkan pemahaman mengenai status perusahaan di atas, jelas bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial. Pertama , karena perusahaan bukanlah moral person yang memiliki akal budi dan kemauan bebas dalam bertindak. Kedua, dalam kaitan dengan pandangan legal-recognition, perusahaan dibangun oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk kepentingannya dan bukan untuk melayani kepentingan masyarakat. Karena itu, pada dasarnya perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial.
Perusahaan harus mempunyai tanggung jawab legal, karena sebagai badan hukum ia memilki status legal. Karena merupakan badan hukum, perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan , seperti menuntut di pengadilan, dituntut di pengadilan, mempunyai milik, mengadakan kontrak, dll. Seperti subyek hukum biasa (manusia perorangan), perusahaan pun harus mentaati perturan hukum dan memenuhi hukumannya, bila terjadi pelanggaran. “Suatu korporasi adalah suatu makhluk buatan, tidak terlihat, tidakterwujud, dan hanya berada di mata hukum. Karena semata – mata ciptaan hukum, ia hanya memilki ciri-ciri yang oleh akta pendiriannya diberikan kepada…” (Hakim Agung, Marshal,1819).
Ciri-ciri yang ditentukan dalam akte pendirian korporasi bisa mengakibatkan bahwa korporasi itu berperan penting dan mempunyai dampak besar atas dunia di sekelilingnya. Supaya mempunyai tanggung jawab moral, perusahaan perlu berstatus moral atau dengan kata lainper;l merupakan pelaku moral. Pelaku moral (moral agent) bisa melakukan perbuatan yang kita beri kualifikasi etis atau tidak etis. Salah satu syarat penting adalah miliki kebebasan atau kesanggupan mengambil keputusan bebas.
Apakah pimpinan perusahaan atau orang-orang pebentuk perusahaan merupakan pelaku moral. Mereka masing-masing miliki status moral. Yang dipersoalkan adalah apakah perusahaan sendiri merupakan pelaku moral, terlepas dari orang yang termasuk dalam perusahaan ini. Ada argument pro dan kontra. Disatu pihak harus diakui bahwa hanya individu atau manusia perorangan yang mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan, dan akibatnya hanya individu yang dapat memikul tanggung jawab. Tetapi di lain pihak sulit juga untuk mnerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah semacam benda mati yang dikemudikan oleh para manager.
Perusahaan yang mepunyai sejarah tertentu yang sering dilukiskan pada kesempatan yubileum 100 tahun berdirinya atau sebagainya., perusahaan bisa tumbuh , perusahaan bisa menjalankan pengaruh atas politik local, kita sering mendengar ada corporate culture yang tertentu, dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut tidak mungkin ditemukan pada benda mati.
Menurut Peter Frence 1979, “corporate can be full-fledge moral person and have whatever previleges, rights and duties as are. In the normal course of affairs, accorded to moral persons”. Pernyataan ini jelas membela status moral perusahaan. Ada keputusan yang diambil oleh korporasi yang hanya bisa dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak dengan beberapa orang yang bekerja untuk korporasi tersebut.
D.    Pandangan Milton Friedman tentang tanggung jawab social perusahaan
Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada banyak hal : kepada diri sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dsb. Namun yang paling disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam kegiatan perusahaan tsb.
Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari segi kebiasaan etis.
Menurut Friedman maksud dari perusahaan adalah perusahaan publik dimana kepemilkan terpisah dari manajemen. Para manajer hanya menjalakan tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para pemegang saham. Sehingga tanggung jawab social boleh dijalankan oleh para manajer secara pribadi, seperti juga oleh orang lain, akan tetapi sebagai manajer mereka mereka mewakili pemegang saham dan tanggung jwab mereka adlah mengutamakan kepentingan mereka, yakni memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab social dari bisnis merusak system ekomoni pasar bebas. Terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab social untuk bisnis, yakni memanfaatkan sumber dayanya dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama masih dalam batas aturan main, artinya melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan atau kecurangan.
E.     Tanggung Jawab Ekonomis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab, yaitu tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial, tetapi hal itu hanya untuk sektor swasta. Dalam perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dua macam tanggung jawab ini tidak dapat dipisahkan. Sering terjadi, sebuah perusahaan negara merugi bertahun-tahun lamanya, karena suatu alasan non-ekonomis, misalnya karena perusahaan itu dinilai penting untuk kesempatan kerja di suatu daerah. Di banyak Negara, perusahaan transportasi kereta api mengalami kerugian, secara menyeluruh atau di trayek-trayek tertentu, tetapi hal itu tidak menjadi alasan untuk menutup perusahaan. Pertimbangan dibelakangnya adalah kepentingan umum. Adanya transportasi kereta api dianggap begitu penting untuk masyaraakat umum, sehingga jasa ini harus tersedia terus, walaupun dari segi ekonomis tidak menguntungkan. Kalau perusahaan negara defisit terus, tidak perlu ia bangkrut, karena selalu ada kas negara untuk membantu. Pemerintah dapat mengambil keputusan untuk melengkapi defisit dari kas negara, karena dianggap perlu demi kepentingan masyarakat luas.
            Perusahaan swasta tidak mempunyai jalan keluar empuk jika mengalami kerugian. Kelangsungan usahanya seluruhnya terletak dalam tangannya sendiri. Jika mengalami deficit untuk periode lama, mau tidak mau perusahaan swasta harus ditutup. Disinilah letaknya tanggung jawab ekonomis sebuah perusahaan. Ia harus berusaha agar kinerja ekonomisnya selalu baik. Dalam kapitalisme liberalistis tanggung jawab ekonomis itu dilihat sebagai profit maximization atau mendapat keuntungan sebesar mungkin. Modal yang ditanamkan di dalamnya harus diperoleh kembali dalam jangka waktu yang wajar (return on investment), bersama dengan laba yang wajar pula. Hal ini merupakan tanggung jawab ekonomis perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis, atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis. Perbuatan supererogatoris (supererogatory acts) adalah perbuatan-perbuatan yang melebihi apa yang diwajibkan secara moral. Hal itu bisa terjadi dengan dua cara:
1.      Positif 
Perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya.
Contohnya adalah menyelenggarakan pelatihan keterampilan untuk penganggur dan mendirikan panti asuhan untuk anak-anak yatim piatu.
2.      Negatif 
Perusahaan bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sebenarnya menguntungkan dari segi bisnis tetapi akan merugikan masyarakat atau sebagian masyarakat. Kegiatan-kegiatan itu bisa membawa keuntungan ekonomis, tapi perusahaan mempunyai alasan untuk tidak melakukannya.
Contohnya, bagi suatu pabrik kertas, yang paling menguntungkan dari segi ekonomis adalah membuang limbah industrinya kedalam sungai saja. Setiap cara lain akan mengakibatkan biaya produksi naik, sehingga dari segi ekonomis akan merugikan pabrik kertas tersebut. Membuang limbah industri itu ditempat lain akan memakan biaya transportasi yang besar. Membangun instalasi pengolah limbah hingga menjadi cairah limbah yang tidak berbahaya, akan memakan biaya yang lebih besar lagi. Setiap cara lain akan memberatkan pengeluaran bagi perusahaan, sehingga mengurangi keuntungan. Hanya saja, membuang limbah dalam sungai akan merugikan banyak pihak lain.
            Jika kita membedakan tanggung jawab sosial dalam arti positif dan dalam arti negatif, langsung menjadi jelas konsekuensinya dalam rangka etika. Bisnis memang memikul tanggung jawab dalam arti negatif karena tidak boleh melakukan kegiatan yang merugikan masyarakat. Perilaku para manajer pabrik kertas dalam contoh tadi harus dinilai tidak etis, karena sangat merugikan masyarakat sekitarnya. Seandainya tidak (atau belum) dilarang oleh hukum, pembuangan limbah kedalam sungai tetap tidak boleh dilakukan, karena merugikan orang lain adalah tindakan yang selalu tidak bisa dikatakan etis.
F.     Kinerja Sosial Perusahaan
Alasan mengapa bisnis menyalurkan sebagian dari labanya kepada karya amal melalui yayasan independen adalah berkaitan dengan kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan itu berstatus publik. Walaupun banyak yayasan yang didirikan perusahaan berbuat baik kepada masyarakat, tidak bisa dikatakan juga bahwa dengan itu mereka mempraktekkan tanggung jawab sosial dalam arti positif, karena biasanya tidak dilakukan tanpa pamrih. Perusahaan mempunyai maksud tertentu, khususnya meningkatkan citra perusahaan di mata masyarakat, baik masyarakat di dekat pabriknya maupun masyarakat luas. Kini upaya meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya amal sering disebut “kinerja sosial perusahaan” (corporate social performance).
Upaya kinerja sosial perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun tidak secara langsung dikejar keuntungan, namun usaha-usaha kinerja sosial ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ekonomis perusahaan. Di sini tertap berlaku bahwa bisnis bukan karya amal. Dan perbedaan yang menentukan antara keduanya adalah pencarian keuntungan. Hanya saja, keuntungan bisa dicari secara langsung atau melalui jalan putar yang panjang. Kinerja sosial perusahaan akhirnya bertujuan juga untuk mencari keuntungan.
Perusahaan tidak saja mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Konsepsi kinerja sosial memang tidak asing terhadap tanggung jawab ekonomis perusahaan, tetapi konsepsi ini sangat cocok juga dengan paham stakeholders management. Citra baik merupakan aset yang sangat berharga, dan tidak boleh dilupakan bahwa citra baik itu dibentuk dalam hubungan dengan semua stakeholders.






DAFTAR PUSTAKA
Keraf. 2006. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Bertens, K.. 2004. Pengantar Etika  Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suharto, Edi (2007), Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Rensposibility), Bandung: Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar