A. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh perusahaan untuk
memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan bahkan memiliki tanggung
jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini menjadi wajib karena terkait
dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin kelangsungan usahanya di lokasi di
mana perusahaan tersebut berada. Untuk kelancaran kode etik bisnis ini maka
pemerintahan telah menetapkan program CSR.
Tabel CSR Berdasarkan Jumlah
Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia
No
|
Model
|
Jumlah Kegiatan
|
Jumlah Dana (RP)
|
1
2
3
4
|
Langsung
Yayasan
Perusahaan
Bermitra
dengan Lembaga Sosial
Konsorsium
|
113 (40,5%)
20 (7,2%)
144 (51,6%)
2 (0,7%)
|
14,2 miliar (12,2%)
20,7 miliar (18%)
79,0 miliar (68,5%)
1,5 miliar (1,3%)
|
Jumlah
|
279 kegiatan
|
115,3 miliar
|
Sumber:
Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev
CSR di Indonesia datang di akhir
dekade 1990-an. Kondisi penting yang melahirkan CSR di Indonesia karena gerakan
sosial berupa tekanan dari LSM Lingkungan, LSM Buruh, serta LSM Perempuan.
Selain itu adanya kesadaran untuk menjalankan peraktik CSR dari perusahaan,
terutama perusahan asing yang memandang bahwa pendekatan keamanan tidak bisa
lagi dipergunakan. Kemudian timbulah community development di Indonesia.
Masalah yang akan dibahas disini dalam literature etika bisnis di Amerika
Serikat dikenal sebagai Corporate Social Responsibility atau Social
Responsibility of corporation. Korporasi memilki arti yakni badan hokum.
“Korporasi” berasl dari bahasa latin (corpus/corpora = badan) dan sebetulnya
berarti “yang dijadikan suatu badan” . korporasi justru tidak menunjukan
organisasi yang mencari untung. Istilah yang berasal dari kekaisarn Roma ini,
masih secara ekslusif untuk menunjukan badan hukum yang didirikan demi
kepentingan umum. Kini secara sepontan korporasi di mengerti sebagai
perusahaan, merupakan salah satu diantara sekian banyak bukti lain yang
menunjukan betapa pentingnya peranan bisnis dalam suatu masyarakat.
Dalam perkembangan istilah ini, “korporasi” masih tetap badan hukum. Dalam situasi sekarang, perbedaan yang paling mncolok adalah antara badan hukum for profit & not for profit. Organisasi seperti Palang Merah Internasional tetap bisa disebut korporasi , meskipun statusnya jelas nirlaba tetapi peranan – peranan nirlaba sanagt terbatas, jika dibandingkan dengan oerganisasi atau perusahaan yang mendominasi kehidupan umum.
Dalam perkembangan istilah ini, “korporasi” masih tetap badan hukum. Dalam situasi sekarang, perbedaan yang paling mncolok adalah antara badan hukum for profit & not for profit. Organisasi seperti Palang Merah Internasional tetap bisa disebut korporasi , meskipun statusnya jelas nirlaba tetapi peranan – peranan nirlaba sanagt terbatas, jika dibandingkan dengan oerganisasi atau perusahaan yang mendominasi kehidupan umum.
B.
Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut
Bertens. K (2004:133) Tanggung Jawab (Responsibility) berarti suatu
keharusan seseorang sebagai makhluk rasional dan
bebas untuk tidak mengelak serta memberikan penjelasan mengenai
perbuatannya, secara retrospektif dan prospektif.
Tanggung jawab sosial
perusahaan atau corporate social responsibility adalah memiliki
berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang
di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan
"pembangunan berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat
keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun
untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat
dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan
berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan
maksimisasidampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
C.
Tanggung
Jawab legal dan tanggung jawab moral perusahaan
Dr.A.Sonny Keraf (1998:116-118) ,mengemukakan bahwa sebagai badan hukum,
perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu sebagaimana dimiliki oleh manusia.
Misalnya ; hak milik pribadi, hak paten, hak atas merek tertentu, dan
sebagainya. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban legal untuk
menghormati hak legal perusahaan lain : tidak boleh merampas hak perusahaan
lain.
Perusahaan memang
memiliki tanggung jawab, tetapi hanya terbats pada tanggung jawab legal yaitu
tanggung jawab memenuhi aturan hukum yang ada. Hanya ini tanggung jawab
perusahaan, karena perusahaan memang dibangun atas dasar hukum untuk
kepentingan pendiri dan bukan untuk pertama-tama melayani masyarakat.
Secara lebih tegas itu
berarti, berdasarkan pemahaman mengenai status perusahaan di atas, jelas bahwa
perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial. Pertama , karena
perusahaan bukanlah moral person yang memiliki akal budi dan kemauan
bebas dalam bertindak. Kedua, dalam kaitan dengan pandangan legal-recognition,
perusahaan dibangun oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk
kepentingannya dan bukan untuk melayani kepentingan masyarakat. Karena itu,
pada dasarnya perusahaan tidak punya tanggung jawab moral dan sosial.
Perusahaan harus mempunyai tanggung jawab legal, karena
sebagai badan hukum ia memilki status legal. Karena merupakan badan hukum,
perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban legal yang dimiliki juga oleh
manusia perorangan , seperti menuntut di pengadilan, dituntut di pengadilan,
mempunyai milik, mengadakan kontrak, dll. Seperti subyek hukum biasa (manusia
perorangan), perusahaan pun harus mentaati perturan hukum dan memenuhi
hukumannya, bila terjadi pelanggaran. “Suatu korporasi adalah suatu makhluk
buatan, tidak terlihat, tidakterwujud, dan hanya berada di mata hukum. Karena
semata – mata ciptaan hukum, ia hanya memilki ciri-ciri yang oleh akta
pendiriannya diberikan kepada…” (Hakim Agung, Marshal,1819).
Ciri-ciri yang ditentukan dalam akte pendirian korporasi bisa
mengakibatkan bahwa korporasi itu berperan penting dan mempunyai dampak besar
atas dunia di sekelilingnya. Supaya mempunyai tanggung jawab moral, perusahaan
perlu berstatus moral atau dengan kata lainper;l merupakan pelaku moral. Pelaku
moral (moral agent) bisa melakukan perbuatan yang kita beri kualifikasi etis
atau tidak etis. Salah satu syarat penting adalah miliki kebebasan atau
kesanggupan mengambil keputusan bebas.
Apakah pimpinan perusahaan atau orang-orang pebentuk
perusahaan merupakan pelaku moral. Mereka masing-masing miliki status moral.
Yang dipersoalkan adalah apakah perusahaan sendiri merupakan pelaku moral,
terlepas dari orang yang termasuk dalam perusahaan ini. Ada argument pro dan
kontra. Disatu pihak harus diakui bahwa hanya individu atau manusia perorangan
yang mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan, dan akibatnya hanya
individu yang dapat memikul tanggung jawab. Tetapi di lain pihak sulit juga
untuk mnerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah semacam benda mati yang
dikemudikan oleh para manager.
Perusahaan yang
mepunyai sejarah tertentu yang sering dilukiskan pada kesempatan yubileum 100
tahun berdirinya atau sebagainya., perusahaan bisa tumbuh , perusahaan bisa
menjalankan pengaruh atas politik local, kita sering mendengar ada corporate
culture yang tertentu, dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut tidak mungkin
ditemukan pada benda mati.
Menurut Peter Frence 1979, “corporate can be full-fledge moral person and have whatever previleges, rights and duties as are. In the normal course of affairs, accorded to moral persons”. Pernyataan ini jelas membela status moral perusahaan. Ada keputusan yang diambil oleh korporasi yang hanya bisa dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak dengan beberapa orang yang bekerja untuk korporasi tersebut.
Menurut Peter Frence 1979, “corporate can be full-fledge moral person and have whatever previleges, rights and duties as are. In the normal course of affairs, accorded to moral persons”. Pernyataan ini jelas membela status moral perusahaan. Ada keputusan yang diambil oleh korporasi yang hanya bisa dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak dengan beberapa orang yang bekerja untuk korporasi tersebut.
D. Pandangan Milton Friedman tentang tanggung
jawab social perusahaan
Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan
terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada
banyak hal : kepada diri sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain,
dsb. Namun yang paling disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat
dalam kegiatan perusahaan tsb.
Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari segi kebiasaan etis.
Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari segi kebiasaan etis.
Menurut Friedman maksud dari perusahaan adalah perusahaan
publik dimana kepemilkan terpisah dari manajemen. Para manajer hanya menjalakan
tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para pemegang saham. Sehingga
tanggung jawab social boleh dijalankan oleh para manajer secara pribadi,
seperti juga oleh orang lain, akan tetapi sebagai manajer mereka mereka
mewakili pemegang saham dan tanggung jwab mereka adlah mengutamakan kepentingan
mereka, yakni memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.
Friedman
menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab social dari bisnis merusak system
ekomoni pasar bebas. Terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab social untuk
bisnis, yakni memanfaatkan sumber dayanya dan melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama masih dalam
batas aturan main, artinya melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan
bebas tanpa penipuan atau kecurangan.
E. Tanggung
Jawab Ekonomis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Bisnis selalu
memiliki dua tanggung jawab, yaitu tanggung jawab ekonomis
dan tanggung jawab sosial, tetapi hal itu hanya
untuk sektor swasta. Dalam perusahaan negara
atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dua macam tanggung jawab ini tidak dapat dipisahkan. Sering terjadi, sebuah
perusahaan negara merugi bertahun-tahun
lamanya, karena suatu alasan non-ekonomis, misalnya karena perusahaan itu
dinilai penting untuk kesempatan kerja di suatu daerah. Di banyak Negara,
perusahaan transportasi kereta api mengalami kerugian, secara menyeluruh atau
di trayek-trayek tertentu, tetapi hal itu tidak menjadi alasan untuk menutup
perusahaan. Pertimbangan dibelakangnya adalah kepentingan umum. Adanya
transportasi kereta api dianggap begitu penting untuk masyaraakat umum,
sehingga jasa ini harus tersedia terus, walaupun dari segi ekonomis tidak
menguntungkan. Kalau perusahaan negara defisit terus, tidak perlu ia bangkrut,
karena selalu ada kas negara untuk membantu. Pemerintah dapat mengambil
keputusan untuk melengkapi defisit dari kas negara, karena dianggap perlu demi
kepentingan masyarakat luas.
Perusahaan swasta tidak mempunyai jalan keluar empuk jika
mengalami kerugian. Kelangsungan usahanya seluruhnya terletak dalam tangannya
sendiri. Jika mengalami deficit untuk periode lama, mau tidak mau perusahaan
swasta harus ditutup. Disinilah letaknya tanggung jawab ekonomis sebuah
perusahaan. Ia harus berusaha agar kinerja ekonomisnya selalu baik. Dalam
kapitalisme liberalistis
tanggung jawab ekonomis itu dilihat sebagai profit maximization atau mendapat keuntungan sebesar mungkin. Modal yang
ditanamkan di dalamnya harus diperoleh
kembali dalam jangka waktu yang wajar (return on investment), bersama dengan laba
yang wajar pula. Hal ini merupakan tanggung jawab ekonomis perusahaan.
Tanggung jawab sosial
perusahaan adalah tanggung jawabnya terhadap
masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis, atau
kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan
demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis. Perbuatan supererogatoris
(supererogatory acts) adalah perbuatan-perbuatan
yang melebihi apa yang diwajibkan secara moral. Hal itu bisa terjadi dengan dua
cara:
1. Positif
Perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan
ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi
kesejahteraan masyarakat atau salah satu
kelompok di dalamnya.
Contohnya adalah menyelenggarakan pelatihan keterampilan untuk
penganggur dan mendirikan panti asuhan untuk anak-anak yatim piatu.
2. Negatif
Perusahaan bisa menahan diri untuk tidak melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu yang sebenarnya menguntungkan dari segi bisnis tetapi
akan merugikan masyarakat atau sebagian
masyarakat. Kegiatan-kegiatan itu bisa membawa keuntungan ekonomis, tapi
perusahaan mempunyai alasan untuk tidak melakukannya.
Contohnya, bagi suatu pabrik kertas, yang paling menguntungkan
dari segi ekonomis adalah membuang limbah industrinya kedalam sungai saja.
Setiap cara lain akan mengakibatkan biaya produksi naik, sehingga dari segi
ekonomis akan merugikan pabrik kertas tersebut. Membuang limbah industri itu
ditempat lain akan memakan biaya transportasi yang besar. Membangun instalasi
pengolah limbah hingga menjadi cairah limbah yang tidak berbahaya, akan memakan
biaya yang lebih besar lagi. Setiap cara lain akan memberatkan pengeluaran bagi
perusahaan, sehingga mengurangi keuntungan. Hanya saja, membuang limbah dalam
sungai akan merugikan banyak pihak lain.
Jika kita
membedakan tanggung jawab sosial dalam arti positif dan dalam arti negatif,
langsung menjadi jelas konsekuensinya dalam rangka etika. Bisnis memang memikul
tanggung jawab dalam arti negatif karena tidak boleh melakukan kegiatan yang
merugikan masyarakat. Perilaku para manajer pabrik kertas dalam contoh tadi
harus dinilai tidak etis, karena sangat merugikan masyarakat sekitarnya.
Seandainya tidak (atau belum) dilarang oleh hukum, pembuangan limbah kedalam
sungai tetap tidak boleh dilakukan, karena merugikan orang lain adalah tindakan
yang selalu tidak bisa dikatakan etis.
F.
Kinerja Sosial Perusahaan
Alasan mengapa bisnis
menyalurkan sebagian dari labanya kepada karya
amal melalui yayasan independen adalah berkaitan
dengan kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan
itu berstatus publik. Walaupun banyak yayasan yang didirikan perusahaan berbuat baik kepada masyarakat,
tidak bisa dikatakan juga bahwa dengan itu
mereka mempraktekkan tanggung jawab sosial dalam arti positif, karena biasanya tidak dilakukan tanpa pamrih. Perusahaan
mempunyai maksud tertentu, khususnya
meningkatkan citra perusahaan di mata masyarakat, baik masyarakat di dekat pabriknya maupun masyarakat luas.
Kini upaya meningkatkan citra perusahaan dengan
mempraktekkan karya amal sering disebut
“kinerja sosial perusahaan” (corporate social performance).
Upaya kinerja sosial
perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan. Walaupun tidak secara langsung dikejar keuntungan, namun
usaha-usaha kinerja sosial ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab
ekonomis perusahaan. Di sini tertap berlaku bahwa bisnis bukan karya amal. Dan
perbedaan yang menentukan antara keduanya adalah pencarian keuntungan. Hanya
saja, keuntungan bisa dicari secara langsung atau melalui jalan putar yang panjang.
Kinerja sosial perusahaan akhirnya bertujuan juga untuk mencari keuntungan.
Perusahaan tidak saja
mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial.
Konsepsi kinerja sosial memang tidak asing terhadap
tanggung jawab ekonomis perusahaan, tetapi
konsepsi ini sangat cocok juga dengan paham stakeholders management. Citra baik
merupakan aset yang sangat berharga, dan tidak boleh dilupakan bahwa citra baik itu dibentuk dalam hubungan
dengan semua stakeholders.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf.
2006. Etika Bisnis. Yogyakarta :
Kanisius.
Bertens, K.. 2004. Pengantar
Etika Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suharto, Edi (2007), Pekerjaan Sosial di Dunia
Industri: Memperkuat Tanggung jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social
Rensposibility),
Bandung: Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar